Aku tidak tahu untuk keberapa
kalinya kamu mengatakan akan pergi. Iya, ketika ‘masalah’ itu terus-terusan
mengganggu hubungan kita. Hey tunggu! Kita? Bukankah aku dan kamu belum menjadi
KITA?
Memang, memang belum. Tapi aku
dan kamu telah mengetahui memiliki perasaan yang sama.
Aku dan kamu bukan orang yang
baru kenal, kita telah saling mengenal sebelumnya. Tapi kini terasa beda. Aku
tidak pernah menduga akan sedekat ini denganmu. Sampai pada suatu malam kamu
mengungkapkan ingin ada “KITA” diantara
hubungan ini. tapi waktu itu aku belum merasakan apa-apa dan kuabaikan perasaan
mu. Tapi ternyata kamu beda, ketika mereka mendekatiku dan mencoba masuk dalam
kehidupanku, sedang aku mengabaikannya, setelah itu mereka menghilang layaknya
pluto yang hilang dari sistem tata surya. Iya kamu beda. Padahal aku
mengabaikan rasa mu, tapi kamu tetap tinggal. Berusaha meyakinkanku, tetap
mengisi hari-hari ku walau pesan singkat mu kubalas dengan dingin. Sampai suatu
ketika hati ku luluh. Perasaan mu terbalaskan oleh perasaan ku yang sama. Tapi
aku dan kamu tetap tidak bisa menjadi KITA. Dan kamu mengerti alasannya. Lalu
apa yang terjadi? Dia menghilang seperti yang lain? TIDAK! Ternyata kamu tetap
tinggal. Ah, aku salut. Beberapa kali kamu mengungkapkannya, tapi tetap kubalas
dengan jawaban yang sama. Aku tidak bisa, meskipun kita telah saling mengetahui
bahwa kita telah satu rasa :’)
Selama itu kamu tetap menemaniku,
tetap hadir dalam hari-hari ku, tetap mengingatkanku untuk selalu mengingat Dia
Sang Pencipta, tetap selalu mengingatkanku untuk makan, untuk sekedar
mengerjakan tugas kuliahku.
Lantas mengapa aku dan kamu tidak
menjadi KITA? Sulit, ada hal yang
membuat aku dan kamu tidak di ikatkan dalam kata KITA. Lalu apa? Ah, aku tidak ingin membahasnya :’)
Aku dan kamu memang bukan kita.
Tapi, perasaan cemburu itu selalu ada ketika kudapati ada titik dua bintang
yang terselip pada pesan singkatmu bersama adik kelasmu. Ketika kudapati
obrolan bbm mu yang penuh dengan perempuan. Ketika kudapati obrolan wechat mu
yang juga penuh dengan perempuan. Kamu juga merasakan cemburu ketika terselip
nama mantanku di beberapa obrolan kita. Kamu juga selalu kesal ketika aku telat
membalas sms mu. Kamu juga selalu kesal ketika aku menunda-nunda makan. Kamu
juga selalu kesal ketika aku tidak mengangkat telpon mu. Dan aku pun begitu.
Berkali-kali kamu bilang “kita
tidak terikat, tapi kita seperti ini. Aku cape, aku mau pergi”
Tapi apa nyatanya? Kamu tetap
menghubungiku, kamu bilang kamu tidak tega. ketika sehari kita coba untuk tidak
saling menghubungi rasanya tanganku gatal ingin menulis pesan singkat padamu.
Kamu pun begitu, kamu bilang sehari tanpa sapaanku serasa kehilangan aku. Aku
pun begitu.
Lantas apa namanya ini kalau bukan sayang? Apa namanya ini kalau bukan
takut kehilangan?
Malam itu kudapati pesan singkat
darimu “Oke kita putus aja, aku cape :(
“
Lalu ku reply “putus komunikasi? oke deh kalau itu maumu :)
“
Kenapa aku bilang putus
komunikasi, karena kita memang tidak terikat apapun. Jadi sempat ku berpikir
mungkin maksud dia putus komunikasi. Dan itu artinya dia tidak akan menghubungi
ku lagi, tidak akan ada sapaan-sapaan manisnya yang memenuhi inbox handphone
ku. Ah, tapi aku harus mulai terbiasa dengan hal itu. Lalu apa yang terjadi
malam besoknya? Kamu menghubungi ku lagi bukan?
“aku sayang, aku kangen :( “
Itu pesan singkat yang kudapati
setelah malam sebelumnya kamu bilang kita putus. nyatanya kamu memang tidak
benar-benar pergi. Sejak saat itu aku dan kamu mulai seperti biasa lagi, saling
menyapa lagi. Aku selalu bingung akan hal ini. harus serumit inikah?
Kadang ku bertanya dalam hati “sampai berapa lama kamu akan tetap tinggal
dalam ketidakjelasan ini? sampai di penghujung lelahmu, kah?”
Aku tahu kamu lelah. Lelah menghadapi
sikapku yang aneh. Ketika aku mulai kesal ketika kamu telat membalas pesan
singkatku, karna aku tahu kamu sedang asik membalas bm dari orang lain. Itu
karna ku cemburu. Memang seharusnya aku tidak bersikap seperti ini, karna aku
dan kamu bukan “KITA”. Harusnya aku sadar akan itu.
Aku tahu kamu lelah.
Tapi kamu tetap tinggal.
Pergilah, jika kau ingin.
Maaf :’)
Untuk kamu yang tetap mengisi hari-hari ku
Yang selalu menyanyikan sebuah
lagu
di ujung telpon
Yang plinplan antara pergi dan kembali :’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar